Jumat, 22 Juni 2012

pengelolaan dana wakaf

PENGELOLAAN DANA WAKAF MELALUI KERJASAMA SYARI’AH 
oleh: 
Linda alviana             

Periode Profesional adalah sebuah kondisi dimana daya tarik wakaf sudah mulai dilirik  untuk diberdayakan secara profesional –produktif. Dalam periode ini, isu yang paling menonjol untuk bisa mencapai pengelolaan wakaf secara profesional adalah munculnya wakaf tunai. Semangat pemberdayaan  potensi wakaf secara profesional produktif tersebut semata-mata untuk kepentingan kesejahteraan umat manusia, khususnya muslim Indonesia yang sampai saat ini masih dalam keterpurukan ekonomi yang sangat menyedihkan, baik di bidang pendidikan, kesehatan, teknologi maupun bidang sosial lainnya.
Sebagai sebuah upaya mensosialisasikan wakaf tunai untuk kesejahteraan sosial, maka harus disosialisasikan secara intensif agar wakaf tunai dapat diterima secara lebih cepat oleh masyarakat banyak dan segera memberikan jawaban konkrit atas permasalahan ekonomi selama ini. Harus diakui, wacana wakaf tunai sampai saat ini memang masih sebatas wacana dan belum banyak pihak atau lembaga yang bisa menerima model wakaf ini maka saatnya kita melangkah menuju ke arah tersebut.


A.    Pandangan fiqih tentang pengelolaan dana wakaf
Substansi wacana wakaf tunai sebenarnya telah lama muncul. Bahkan, dalam kajian fiqih klasik sekalipun seiring dengan munculnya ide revitalisasi fiqih mu’amalah dalam perspektif maqashid syariah (filosofi dan tujuan syariah) yang dalam pandangan Umar Chapra (1992) bermuara pada Al-Mashalih Al-Mursalah (kemashlahatan universal) termasuk upaya mewujudkan kesejahteraan sosial melalui keadilan distribusi pendapatan dan kekayaan.
Melalui pembahasan awal di Dewan Syariah Nasional (DSN)-MUI yang ditindaklanjuti oleh keputusan rapat Komisi Fatwa – MUI dalam mengakomodir kemaslahatan sejalan dengan maqashid asy-syari’ah yang terdapat pada konsep wakaf tunai berdasarkan pendapat Az-Zuhri, ulama madzhab Hanafi, Maliki dan Hanbali seperti Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qudamah, para ulama Indonesia telah memutuskan untuk membolehkan wakaf tunai.
Gagasan Wakaf Tunai yang dipopulerkan oleh M.A. Mannan melalui pembentukan Social Investment Bank Limited (SIBL) di Banglades yang dikemas dalam mekanisme instrumen Cash Waqf Certificate juga telah memberikan kombinasi alternatif solusi mengatasi krisis kesejahteraan yang ditawarkan Chapra. Model Wakaf Tunai adalah sangat tepat memberikan jawaban yang menjanjikan dalam mewujudkan kesejahteraan sosial. Ia juga mampu mengatasi krisis ekonomi Indonesia kontemporer di tengah kegalauan pemberian insentif Tax Holiday untuk merangsang masuknya modal asing. Model wakaf tunai juga bisa mengalahkan kontroversi seputar policy pemerintah pada UKM yang belum mengena sasaran dan menyentuh inti permasalahan.
Inti ajaran yang terkandung dalam amalan wakaf itu sendiri menghendaki agar harta wakaf itu tidak boleh diam. Semakin banyak hasil harta wakaf yang dapat dinikmati orang, semakin besar pula pahala yang akan mengalir kepada pihak wakif. Dana yang dapat digalang melalui Sertifikat Wakaf Tunai ini nantinya akan dikelola oleh suatu manajemen investasi. Manajemen investasi dalam hal ini bertindak sebagai Nadzir (pengelola dana wakaf) yang akan bertanggung jawab terhadap pengelola harta wakaf.
Tergalinya potensi dana wakaf yang dahsyat sangat diharapkan melalui impelemntasi Sertifikat Wakaf Tunai yang menyejahterakan masyarakat secara terkoordinatif, sinergis, sitematis dan professional. Di samping itu, tantangan integritas amanah dan kepercayaan (trust) bagi pengelolaan dana sosial (volunteer) menjadi pemikiran bersama untuk mewujudkan bentuk yang fit and proper bagi penerapan konsepnya.[1]
Seseorang dapat membeli Sertifikat Wakaf Tunai dengan maksud untuk memenuhi target investasi sedikitnya meliputi 4 bidang:
1.      Kemanfaatan bagi kesejahteraan pribadi (dunia-akhirat)
2.      Kemanfaatan bagi kesejahteraan keluarga (dunia-akhirat)
3.      Pembangunan sosial
4.      Membangun masyarakat sejahtera.[2]

B.     Pengertian Wakaf Tunai
Wakaf tunai adalah donasi wakaf berupa uang tunai atau barang berharga dimana pencatatan nominal wakafnya sesuai pada tanggal penyerahan. Donasi ini akan dicatatkan sesuai peruntukan manfaatnya hingga terkumpul cukup modal untuk diinvestasikan pada sebuah aset produktif yang ditetapkan oleh pengelola. Surplus atas aset produktif tersebut yang kemudian akan didayagunakan untuk program-program sosial sesuai peruntukannya.
Yang termasuk kepada donasi wakaf tunai antara lain:
1.       Uang Tunai
2.       Logam Mulia (Emas-Perak murni)
3.       Dinar-Dirham
4.       Perhiasan (Emas-Perak)
5.       Reksadana.[3]

C.    Teori Manajemen Pengelolaan Dana Wakaf
sistem manajemen pengelolaan wakaf merupakan salah satu aspek penting dalam pengembangan paradigma baru wakaf di Indonesia. Kalau dalam paradigma lama wakaf selama ini lebih menekankan pentingnya pelestarian dan keabadian benda wakaf, maka dalam pengembangan paradigma baru wakaf lebih menitikberatkan pada aspek pemanfaatan yang lebih nyata tanpa kehilangan eksistensi benda wakaf itu sendiri. Untuk meningkatkan dan mengembangkan aspek kemanfaatannya, tentu yang sangat berperan sentral adalah sistem manajemen pengelolaan yang diterapkan harus ditampilkan lebih profesional dan modern yang bisa dilihat pada aspek-aspek pengelolaan:
1.      Kelembagaan
2.      Pengelolaan operasioanal
3.      Kehumasan (pemasaran)
4.      Sistem keuangan.[4]

D.    Lembaga Nazhir
Pengelolaan wakaf benda bergerak terutama wakaf uang mensyaratkan bukan hanya  pengetahuan khusus tentang manajemen pengelolaan keuangan  modern tapi juga  berbagai pengetahuan dan pengalaman tentang  usaha-usaha produktif serta bentuk investasi yang produktif yang dibenarkan secara syariah. Kemampuan ini tidak hanya harus dimiliki oleh seorang nazir tapi juga lembaga keuangan terkait sebagai instrumen penting dalam wakaf uang.  Karena itu, pengelolaan wakaf uang di Indonesia melibatkan beberapa lembaga keuangan professional yang mempunyai komitmen untuk mengembangkan dana wakaf sehingga dapat dimanfaatkan secara luas bagi kesejahteraan umat Islam. Di Indonesia lembaga ini dikenal dengan sebutan Lembaga Keuangan Syariah (LKS). Lembaga ini secara resmi ditunjuk oleh pemerintah dan memililiki dasar hukum yang cukup kuat karena ditetapkan berdasarkan undang-undang.  
Peran Lembaga Keuangan Syariah Dalam Wakaf Uang di Indonesia
Peran LKS sangat strategis terutama dalam pengembangan wakaf uang di Indonesia. Peran strategis ini salah satunya terkait dengan status hukum lembaga ini karena ditunjuk langsung oleh Menteri Agama sebagai lembaga berwenang dalam penerimaan wakaf uang. Hal ini disebutkan dalam UU No. 41 tahun 2004 Pasal 28 tentang wakaf yang berbunyi: ‘Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah yang ditunjuk oleh menteri’.
menteri berwenang menunjuk lembaga keuangan syariah sebagai penerima wakaf, dengan syarat-syarat:
(a)    LKS harus menyampaikan permohonan secara tertulis kepada Menteri
(b)   melampirkan anggaran dasar dan pengesahan sebagai badan hukum
(c)    memiliki kantor operasional di wilayah Republik Indonesia
(d)   bergerak di bidang keuangan syariah dan
(e)    memiliki fungsi titipan (wadi’ah
LKS memiliki peran strategis dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai yang diamanatkan oleh wakif kepada nazir. Pengelolaan dan pengembangan wakaf uang hanya dapat dilakukan melalui investasi pada produk-produk LKS atau instrumen keuangan syariah berdasarkan akad syariah seperti mudharabah atau akad lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah. Sementara,  pengelolaan dana wakaf uang melalui produk-produk di luar produk syariah harus diasuransikan pada asuransi syariah. Dengan cara ini dana wakaf uang umat yang terkumpul dapat terjamin keamanannya serta memberikan rasa aman bagi para wakif. [5]
E.     pengelolaan dana dan pembiayaan
untuk menjamin kelanggengan harta wakaf agar dapat terus memberikan pelayanan prima sesuai dengan tujuannya, diperlukan dana pemeliharaan atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan. Hal ini berlaku pada proyek penyedia jasa maupun proyek penghasil pendapatan. Pembiayaan proyek wakaf bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi harta wakaf sebagai prasarana untuk meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan sumber daya insani.
Menurut Monzer Kahf, gagasan menyisihkan sebagian pendapatan waqaf untuk merekonstruksi harta gerak wakaf atau untuk meningkatkan modal harta tetap wakaf tidak dibahas dalam fiqih klasik. Oleh karena itu Kahf (March 1-2, 1998) membedakan pembiayaan proyek wakaf ke dalam model pembiayaan harta wakaf tradisional dan model pembiayaan baru harta wakaf secara institusional.
1.      Model-model pembiayaan proyek wakaf tradisional
Ø  Pembiayaan wakaf dengan menciptakan wakaf baru untuk melengkapi harta wakaf yang lama
Ø  Pinjaman untuk pembiayaan kebutuhan operasional harta wakaf
Ø  Penukaran pengganti (substitusi) harta wakaf
Ø  Model pembiayaan hukr ( sewa berjangka panjang dengan lump sum pembayaran di muka yang besar)
Ø  Model pembiayaan ijaratain (sewa dengan dua kali pembayaran)
2.      Model-model pembiayaan baru untuk proyek wakaf produktif secara institusional
Ø  Model pembiayaan Murabahah : penerapan pembiayaan murabahah pada harta proyek mengharuskan Pengelola harta wakaf (Nazhir) mengambil fungsi sebagai pengusaha (enterprenueur) yang mengendalikan proses investasi yang membeli peralatan dan material yang diperlukan melalui surat kontrak Murabahah, sedangkan pembiayaannya datang dari satu bank islam.
Ø  Model Istisna
Model istisna memungkinkan pengelola harta wakaf untuk memesan pengembangan harta wakaf yang diperlukan kepada lembaga pembiayaan melalui suatu kontrak Istisna. Lembaga pembiayaan atau bank kemudian membuat kontrak dengan kontraktor untuk memenuhi pesanan pengelola harta wakaf atas nama lembaga pembiayaan itu.
Ø  Model Ijarah
Model pembiayaan
F.     Strategi Pengelolaan Dana Wakaf
1.      Pembentukan Institusi Wakaf
Untuk konteks Indonesia lembaga wakaf yang secara khusus mengelola dana wakaf tunai dan beroperasi secara nasional itu berupa Badan Wakaf Indonesia (BWI). Tugas dari lembaga ini adalah mengkoordinir Nazhir-Nazhir yang sudah ada dan atau mengelola secara mandiri terhadap harta wakaf yang dipercaya kepadanya, khususnya wakaf tunai. Sedangkan, wakaf yang ada dan sudah berjalan di tengah-tengah masyarakat dalam bentuk wakaf benda tidak bergerak maka perlu dilakukan pengamanan dan dalam hal benda wakaf yang mempunyai nilai produktif perlu di dorong untuk dilakukan pengelolaan yang bersifat produktif. 
Untuk itulah BWI  yang mempunyai fungsi sangat strategis yang dibentuk diharapkan dapat membantu, baik dalam pembinaan maupun pengawasan terhadap para Nazhir untuk dapat melakukan pengelolaan wakaf secara produktif. Pembentukan BWI bertujuan untuk menyelenggarakan administrasi pengelolaan secara nasional, mengelola sendiri harta wakaf yang dipercayakan kepadanya, khususnya yang berkaitan dengan tanah wakaf produktif strategis dan promosi progam yang diadakan oleh BWI dalam rangka sosialisasi kepada umat islam dan umat lain pada umumya. BWI ini seharusnya profesional-independen dan pemerintah sebagai regulator,fasilitator,motivator dan public service.
Lembaga BWI diperlukan SDM yang benar-benar mempunyai kemampuan dan kamauan dalam pemberdayaan wakaf, berdedikasi tinggi dan memiliki komitmen dalam pengembangan wakaf serta memahami masalah wakaf serta hal-hal yang terkait dengan wakaf. Lembaga ini diisi minimal 20 orang maksimal 30 orang yang diharapkan lebih solid. Anggotanya terdiri dari para ahli bidang disiplin ilmu yang ada kaitannya dengan pengembangan wakaf produktif, seperti : ahli manajemen, ahli hukum pidana dan perdata baik nasional maupun internasional, ulama hukum islam (fikih wakaf, ushul fikih), ulama ahli tafsir, ekonom, praktisi bisnis, arsitektur,penyandang dana, sosiolog, ahli perbankan Syari’ah dan cendikiawan lain yang memiliki perhatian terhadap perwakafan secara umum.[6]
   
2.      Sistem Pengelolaan Dana Wakaf
Untuk mengelola dana wakaf tunai, harus ada sistem yang diterapkan atau standar pelaksanaan yang dibakukan agar dana yang akan dan sudah dikumpulkan dapat diberdayakan secara maksimal. Standar tersebut terkait dengan hal-hal sebagai berikut:
a.      Memberi Peran Perbankan Syari’ah
Ø  Bank Syariah sebagai Nazhir penerima, penyalur, dan pengelola dana wakaf
Ø  Bank Syariah sebagai Nazhir penerima dan penyalur dana wakaf
Ø  Bank Syariah sebagai pengelola (Fund Manager) dana wakaf
Ø  Bank Syariah sebagai Kustodi
Ø  Bank Syariah sebagai kasir Badan wakaf Indonesia

b.      Posisi LKS dalam Peraturan Perundangan Wakaf
Seseorang yang akan mewakafkan sebagian uangnya dapat dilakukan melalui LKS yang ditunjuk oleh Menteri sebagai LKS Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU). LKS yang ditunjuk oleh Menteri berdasarkan saran dan pertimbangan dari BWI.
c.       Membentuk Lembaga Investasi Dana
Salah satu cara pemberdayaan dana wakaf tunai tersebut adalah dengan mekanisme investasi. Adapun jenis investasi yang harus digalang hanya dapat dilakukan pada instrumen keuangan yang sesuai dengan syariah islam. Lembaga investasi yang paling tepat bergerak di bidang pasar modal dan bisa sebagai Nazhir adalah bank syariah dengan penjelasan sebagai berikut:
Ø  Kemampuan akses kepada calon wakif
Ø  Kemampuan melakukan investasi dana wakaf
Ø  Kemampuan melakukan administrasi rekening beneficiary
Ø  Kemampuan melakukan distribusi hasil investasi dana wakaf
Ø  Mempunyai kredibilitas di mata masyarakat, dan harus dikontrol oleh hukum/regulasi yang ketat
d.      Menjalin Kemitraan Usaha
Untuk mendukung keberhasilan pengembangan aspek produktif dari dana wakaf tunai, perlu diarahkan model pengelolaan dana tersebut kepada sektor usaha yang produktif dengan lembaga usaha yang memiliki reputasi yang baik. Salah satu caranya adalah dengan membentuk dan menjalin kerjasama (networking) dengan perusahaan modal ventura.
e.       Memberi Peran Lembaga Penjamin Syariah
Dalam upaya memayungi agar usaha-usaha pemberdayaan dana wakaf tunai tidak berkurang, apalagi hilang karena lost dalam usahanya, maka diperlukan lembaga penjamin syari’ah (asuransi syariah) dengan menggunakan kontrak tolong menolong (takafuli). 

3.      Membuka Jaringan dan Kerjasama wakaf
Upaya pengembangan wakaf secara nasional, bahkan internasional harus terus dilakukan. Secara internasional sebenarnya sudah dilakukan, khususnya dilakukan negara-negara anggota OKI yang diprakasai oleh IDB yang berpusat di Jeddah.
Di tingkat nasional, keberadaan lembaga seperti IECD dan IRTI di bawah naungan Badan Wakaf Indonesia harus juga dibentuk dalam rangka memberikan support sistem, manajerial dan finansial dalam pengelolaan wakaf di seluruh penjuru tanah air. Oleh karena itu, hal-hal yang bisa dilakukan dalam rangka membangun jaringan dan kerja sama wakaf adalah dengan membentuk
a.       Jaringan lembaga-lembaga wakaf
b.      Jaringan kepakaran wakaf
c.       Jaringan permodalan, Investasi dan pengembangan
d.      Jaringan informasi dan komunikasi
e.       Penerbitan media wakaf
4.      Meningkatkan Political Will Pemerintah
Setelah regulasi perundangan wakaf sudah tertangani secara baik dan pola kemitraan dengan beberapa pihak yang terkait dengan pemberdayaan wakaf sudah terjalin, maka satu hal lagi yang harus dilakukan dalam rangka mengembangkan wakaf tunai adalah adanya political will pemerintah dalam meregulasi peraturan perundangan yang terkait, seperti UU moneter dan Keuangan, perpajakan, perdagangan, perindustrian dan lain-lain. Hal ini dilakukan dalam rangka memback up secara utuh agar wakaf dapat dikelola secara profesional selain itu aspek anggaran juga harus mendapat perhatian.[7]   

 


 
DAFTAR PUSTAKA
Depag RI.Strategi Pengembangan Wakaf  Tunai di Indonesia.Jakarta:Direktorat pemberdayaan Wakaf.2007.
Depag RI.Paradigma Baru wakaf Di Indonesia .Jakarta:Direktorat Pemberdayaan Wakaf.2007.
Mannan, M.A.Sertifikat Wakaf Tunai (Sebuah Inovasi Instrumen Keuangan Islam) .Jakarta:Ciber PKTTI-UI.
http://bwi.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=931%3Aimplementasi-lks-dalam-pengembangan-wakaf-uang-di-indonesia&catid=27%3Aopini&Itemid=137&lang=in.21:18
http://www.dakwatuna.com/2006/12/19/hukum-wakaf-dengan-uang-tunai/.21:38.
http://www.tabungwakaf.com/index.php/berwakaf1/wakaf-tunai.html.22:03.



[1] http://www.dakwatuna.com/2006/12/19/hukum-wakaf-dengan-uang-tunai/.21:38.
[2] M.A.Mannan,Sertifikat Wakaf Tunai,(Jakarta:Ciber PKTTI-UI,), 49.
[3] http://www.tabungwakaf.com/index.php/berwakaf1/wakaf-tunai.html.22:03.
[4] Depag RI,Paradigma Baru wakaf Di Indonesia ,(Jakarta,2007), 105.
[5] http://bwi.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=931%3Aimplementasi-lks-dalam-pengembangan-wakaf-uang-di-indonesia&catid=27%3Aopini&Itemid=137&lang=in.21:18
[6] Depag RI,Strategi Pengembangan Wakaf  Tunai di Indonesia,(Jakarta,2007), 31-36.
[7] Ibid, 37-68

Tidak ada komentar:

Posting Komentar