PENGELOLAAN DANA WAKAF MELALUI KERJASAMA SYARI’AH
Linda
alviana
Periode Profesional adalah sebuah kondisi dimana daya tarik wakaf
sudah mulai dilirik untuk diberdayakan
secara profesional –produktif. Dalam periode ini, isu yang paling menonjol
untuk bisa mencapai pengelolaan wakaf secara profesional adalah munculnya wakaf
tunai. Semangat pemberdayaan potensi
wakaf secara profesional produktif tersebut semata-mata untuk kepentingan
kesejahteraan umat manusia, khususnya muslim Indonesia yang sampai saat ini
masih dalam keterpurukan ekonomi yang sangat menyedihkan, baik di bidang
pendidikan, kesehatan, teknologi maupun bidang sosial lainnya.
Sebagai sebuah upaya mensosialisasikan wakaf tunai untuk
kesejahteraan sosial, maka harus disosialisasikan secara intensif agar wakaf
tunai dapat diterima secara lebih cepat oleh masyarakat banyak dan segera
memberikan jawaban konkrit atas permasalahan ekonomi selama ini. Harus diakui,
wacana wakaf tunai sampai saat ini memang masih sebatas wacana dan belum banyak
pihak atau lembaga yang bisa menerima model wakaf ini maka saatnya kita
melangkah menuju ke arah tersebut.
A.
Pandangan fiqih
tentang pengelolaan dana wakaf
Substansi wacana wakaf tunai sebenarnya telah lama muncul. Bahkan, dalam
kajian fiqih klasik sekalipun seiring dengan munculnya ide revitalisasi fiqih
mu’amalah dalam perspektif maqashid syariah (filosofi dan tujuan
syariah) yang dalam pandangan Umar Chapra (1992) bermuara pada Al-Mashalih
Al-Mursalah (kemashlahatan universal) termasuk upaya mewujudkan
kesejahteraan sosial melalui keadilan distribusi pendapatan dan kekayaan.
Melalui pembahasan awal di Dewan Syariah Nasional (DSN)-MUI yang
ditindaklanjuti oleh keputusan rapat Komisi Fatwa – MUI dalam mengakomodir
kemaslahatan sejalan dengan maqashid asy-syari’ah yang terdapat pada
konsep wakaf tunai berdasarkan pendapat Az-Zuhri, ulama madzhab Hanafi, Maliki
dan Hanbali seperti Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qudamah, para ulama Indonesia telah
memutuskan untuk membolehkan wakaf tunai.
Gagasan Wakaf Tunai yang dipopulerkan oleh M.A. Mannan melalui pembentukan Social
Investment Bank Limited (SIBL) di Banglades yang dikemas dalam mekanisme
instrumen Cash Waqf Certificate juga telah memberikan kombinasi
alternatif solusi mengatasi krisis kesejahteraan yang ditawarkan Chapra. Model
Wakaf Tunai adalah sangat tepat memberikan jawaban yang menjanjikan dalam
mewujudkan kesejahteraan sosial. Ia juga mampu mengatasi krisis ekonomi
Indonesia kontemporer di tengah kegalauan pemberian insentif Tax Holiday
untuk merangsang masuknya modal asing. Model wakaf tunai juga bisa mengalahkan
kontroversi seputar policy pemerintah pada UKM yang belum mengena
sasaran dan menyentuh inti permasalahan.
Inti ajaran yang terkandung dalam amalan wakaf itu sendiri menghendaki agar
harta wakaf itu tidak boleh diam. Semakin banyak hasil harta wakaf yang dapat
dinikmati orang, semakin besar pula pahala yang akan mengalir kepada pihak
wakif. Dana yang dapat digalang melalui Sertifikat Wakaf Tunai ini nantinya
akan dikelola oleh suatu manajemen investasi. Manajemen investasi dalam hal ini
bertindak sebagai Nadzir (pengelola dana wakaf) yang akan bertanggung jawab
terhadap pengelola harta wakaf.
Tergalinya potensi dana wakaf yang dahsyat sangat diharapkan melalui
impelemntasi Sertifikat Wakaf Tunai yang menyejahterakan masyarakat secara
terkoordinatif, sinergis, sitematis dan professional. Di samping itu, tantangan
integritas amanah dan kepercayaan (trust) bagi pengelolaan dana sosial (volunteer)
menjadi pemikiran bersama untuk mewujudkan bentuk yang fit and proper
bagi penerapan konsepnya.[1]
Seseorang dapat membeli Sertifikat Wakaf Tunai dengan maksud untuk memenuhi
target investasi sedikitnya meliputi 4 bidang:
1. Kemanfaatan bagi kesejahteraan pribadi (dunia-akhirat)
2. Kemanfaatan bagi kesejahteraan keluarga (dunia-akhirat)
3. Pembangunan sosial
4. Membangun masyarakat sejahtera.[2]
B.
Pengertian
Wakaf Tunai
Wakaf tunai adalah donasi wakaf berupa uang tunai atau barang berharga
dimana pencatatan nominal wakafnya sesuai pada tanggal penyerahan. Donasi ini
akan dicatatkan sesuai peruntukan manfaatnya hingga terkumpul cukup modal untuk
diinvestasikan pada sebuah aset produktif yang ditetapkan oleh pengelola.
Surplus atas aset produktif tersebut yang kemudian akan didayagunakan untuk
program-program sosial sesuai peruntukannya.
Yang termasuk kepada donasi wakaf tunai antara lain:
1. Uang Tunai
2. Logam Mulia (Emas-Perak murni)
3. Dinar-Dirham
4. Perhiasan (Emas-Perak)
C.
Teori Manajemen
Pengelolaan Dana Wakaf
sistem manajemen pengelolaan wakaf merupakan salah satu aspek
penting dalam pengembangan paradigma baru wakaf di Indonesia. Kalau dalam
paradigma lama wakaf selama ini lebih menekankan pentingnya pelestarian dan
keabadian benda wakaf, maka dalam pengembangan paradigma baru wakaf lebih
menitikberatkan pada aspek pemanfaatan yang lebih nyata tanpa kehilangan eksistensi
benda wakaf itu sendiri. Untuk meningkatkan dan mengembangkan aspek
kemanfaatannya, tentu yang sangat berperan sentral adalah sistem manajemen
pengelolaan yang diterapkan harus ditampilkan lebih profesional dan modern yang
bisa dilihat pada aspek-aspek pengelolaan:
1.
Kelembagaan
2.
Pengelolaan
operasioanal
3.
Kehumasan
(pemasaran)
4.
Sistem keuangan.[4]
D.
Lembaga Nazhir
Pengelolaan wakaf benda bergerak terutama wakaf uang mensyaratkan
bukan hanya pengetahuan khusus tentang manajemen pengelolaan
keuangan modern tapi juga berbagai pengetahuan dan pengalaman
tentang usaha-usaha produktif serta bentuk investasi yang produktif yang
dibenarkan secara syariah. Kemampuan ini tidak hanya harus dimiliki oleh
seorang nazir tapi juga lembaga keuangan terkait sebagai instrumen penting
dalam wakaf uang. Karena itu, pengelolaan wakaf uang di Indonesia
melibatkan beberapa lembaga keuangan professional yang mempunyai komitmen untuk
mengembangkan dana wakaf sehingga dapat dimanfaatkan secara luas bagi
kesejahteraan umat Islam. Di Indonesia lembaga ini dikenal dengan sebutan
Lembaga Keuangan Syariah (LKS). Lembaga ini secara resmi ditunjuk oleh
pemerintah dan memililiki dasar hukum yang cukup kuat karena ditetapkan
berdasarkan undang-undang.
Peran Lembaga Keuangan Syariah Dalam Wakaf Uang
di Indonesia
Peran LKS sangat strategis terutama dalam pengembangan wakaf uang
di Indonesia. Peran strategis ini salah satunya terkait dengan status hukum
lembaga ini karena ditunjuk langsung oleh Menteri Agama sebagai lembaga
berwenang dalam penerimaan wakaf uang. Hal ini disebutkan dalam UU No. 41 tahun
2004 Pasal 28 tentang wakaf yang berbunyi: ‘Wakif dapat mewakafkan benda
bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah yang ditunjuk oleh
menteri’.
menteri berwenang menunjuk lembaga keuangan syariah sebagai
penerima wakaf, dengan syarat-syarat:
(a)
LKS harus
menyampaikan permohonan secara tertulis kepada Menteri
(b)
melampirkan
anggaran dasar dan pengesahan sebagai badan hukum
(c)
memiliki kantor
operasional di wilayah Republik Indonesia
(d)
bergerak di
bidang keuangan syariah dan
(e)
memiliki fungsi
titipan (wadi’ah
LKS memiliki peran strategis dalam mengelola dan mengembangkan
harta benda wakaf sesuai yang diamanatkan oleh wakif kepada nazir. Pengelolaan
dan pengembangan wakaf uang hanya dapat dilakukan melalui investasi pada
produk-produk LKS atau instrumen keuangan syariah berdasarkan akad syariah
seperti mudharabah atau akad lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah.
Sementara, pengelolaan dana wakaf uang melalui produk-produk di luar
produk syariah harus diasuransikan pada asuransi syariah. Dengan cara ini dana
wakaf uang umat yang terkumpul dapat terjamin keamanannya serta memberikan rasa
aman bagi para wakif. [5]
E.
pengelolaan
dana dan pembiayaan
untuk
menjamin kelanggengan harta wakaf agar dapat terus memberikan pelayanan prima
sesuai dengan tujuannya, diperlukan dana pemeliharaan atas biaya-biaya yang telah
dikeluarkan. Hal ini berlaku pada proyek penyedia jasa maupun proyek penghasil
pendapatan. Pembiayaan proyek wakaf bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi harta
wakaf sebagai prasarana untuk meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan sumber
daya insani.
Menurut
Monzer Kahf, gagasan menyisihkan sebagian pendapatan waqaf untuk merekonstruksi
harta gerak wakaf atau untuk meningkatkan modal harta tetap wakaf tidak dibahas
dalam fiqih klasik. Oleh karena itu Kahf (March 1-2, 1998) membedakan
pembiayaan proyek wakaf ke dalam model pembiayaan harta wakaf tradisional dan
model pembiayaan baru harta wakaf secara institusional.
1.
Model-model
pembiayaan proyek wakaf tradisional
Ø Pembiayaan wakaf dengan menciptakan wakaf baru untuk melengkapi
harta wakaf yang lama
Ø Pinjaman untuk pembiayaan kebutuhan operasional harta wakaf
Ø Penukaran pengganti (substitusi) harta wakaf
Ø Model pembiayaan hukr ( sewa berjangka panjang dengan lump sum
pembayaran di muka yang besar)
Ø Model pembiayaan ijaratain (sewa dengan dua kali pembayaran)
2.
Model-model
pembiayaan baru untuk proyek wakaf produktif secara institusional
Ø Model pembiayaan Murabahah : penerapan pembiayaan murabahah pada
harta proyek mengharuskan Pengelola harta wakaf (Nazhir) mengambil fungsi
sebagai pengusaha (enterprenueur) yang mengendalikan proses investasi yang
membeli peralatan dan material yang diperlukan melalui surat kontrak Murabahah,
sedangkan pembiayaannya datang dari satu bank islam.
Ø Model Istisna
Model istisna memungkinkan pengelola harta wakaf untuk memesan
pengembangan harta wakaf yang diperlukan kepada lembaga pembiayaan melalui
suatu kontrak Istisna. Lembaga pembiayaan atau bank kemudian membuat kontrak
dengan kontraktor untuk memenuhi pesanan pengelola harta wakaf atas nama
lembaga pembiayaan itu.
Ø Model Ijarah
Model pembiayaan
F.
Strategi
Pengelolaan Dana Wakaf
1.
Pembentukan
Institusi Wakaf
Untuk konteks Indonesia lembaga wakaf yang secara khusus mengelola
dana wakaf tunai dan beroperasi secara nasional itu berupa Badan Wakaf
Indonesia (BWI). Tugas dari lembaga ini adalah mengkoordinir Nazhir-Nazhir yang
sudah ada dan atau mengelola secara mandiri terhadap harta wakaf yang dipercaya
kepadanya, khususnya wakaf tunai. Sedangkan, wakaf yang ada dan sudah berjalan
di tengah-tengah masyarakat dalam bentuk wakaf benda tidak bergerak maka perlu
dilakukan pengamanan dan dalam hal benda wakaf yang mempunyai nilai produktif
perlu di dorong untuk dilakukan pengelolaan yang bersifat produktif.
Untuk itulah BWI yang
mempunyai fungsi sangat strategis yang dibentuk diharapkan dapat membantu, baik
dalam pembinaan maupun pengawasan terhadap para Nazhir untuk dapat melakukan
pengelolaan wakaf secara produktif. Pembentukan BWI bertujuan untuk
menyelenggarakan administrasi pengelolaan secara nasional, mengelola sendiri
harta wakaf yang dipercayakan kepadanya, khususnya yang berkaitan dengan tanah
wakaf produktif strategis dan promosi progam yang diadakan oleh BWI dalam
rangka sosialisasi kepada umat islam dan umat lain pada umumya. BWI ini
seharusnya profesional-independen dan pemerintah sebagai
regulator,fasilitator,motivator dan public service.
Lembaga BWI diperlukan SDM yang benar-benar mempunyai kemampuan dan
kamauan dalam pemberdayaan wakaf, berdedikasi tinggi dan memiliki komitmen
dalam pengembangan wakaf serta memahami masalah wakaf serta hal-hal yang
terkait dengan wakaf. Lembaga ini diisi minimal 20 orang maksimal 30 orang yang
diharapkan lebih solid. Anggotanya terdiri dari para ahli bidang disiplin ilmu
yang ada kaitannya dengan pengembangan wakaf produktif, seperti : ahli
manajemen, ahli hukum pidana dan perdata baik nasional maupun internasional,
ulama hukum islam (fikih wakaf, ushul fikih), ulama ahli tafsir, ekonom,
praktisi bisnis, arsitektur,penyandang dana, sosiolog, ahli perbankan Syari’ah
dan cendikiawan lain yang memiliki perhatian terhadap perwakafan secara umum.[6]
2.
Sistem
Pengelolaan Dana Wakaf
Untuk mengelola dana wakaf tunai,
harus ada sistem yang diterapkan atau standar pelaksanaan yang dibakukan agar
dana yang akan dan sudah dikumpulkan dapat diberdayakan secara maksimal.
Standar tersebut terkait dengan hal-hal sebagai berikut:
a.
Memberi Peran Perbankan
Syari’ah
Ø Bank Syariah sebagai Nazhir penerima, penyalur, dan pengelola dana
wakaf
Ø Bank Syariah sebagai Nazhir penerima dan penyalur dana wakaf
Ø Bank Syariah sebagai pengelola (Fund Manager) dana wakaf
Ø Bank Syariah sebagai Kustodi
Ø Bank Syariah sebagai kasir Badan wakaf Indonesia
b.
Posisi LKS
dalam Peraturan Perundangan Wakaf
Seseorang yang akan mewakafkan
sebagian uangnya dapat dilakukan melalui LKS yang ditunjuk oleh Menteri sebagai
LKS Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU). LKS yang ditunjuk oleh Menteri berdasarkan
saran dan pertimbangan dari BWI.
c.
Membentuk
Lembaga Investasi Dana
Salah satu cara pemberdayaan dana
wakaf tunai tersebut adalah dengan mekanisme investasi. Adapun jenis investasi
yang harus digalang hanya dapat dilakukan pada instrumen keuangan yang sesuai
dengan syariah islam. Lembaga investasi yang paling tepat bergerak di bidang
pasar modal dan bisa sebagai Nazhir adalah bank syariah dengan penjelasan
sebagai berikut:
Ø Kemampuan akses kepada calon wakif
Ø Kemampuan melakukan investasi dana wakaf
Ø Kemampuan melakukan administrasi rekening beneficiary
Ø Kemampuan melakukan distribusi hasil investasi dana wakaf
Ø Mempunyai kredibilitas di mata masyarakat, dan harus dikontrol oleh
hukum/regulasi yang ketat
d.
Menjalin Kemitraan
Usaha
Untuk mendukung keberhasilan
pengembangan aspek produktif dari dana wakaf tunai, perlu diarahkan model
pengelolaan dana tersebut kepada sektor usaha yang produktif dengan lembaga
usaha yang memiliki reputasi yang baik. Salah satu caranya adalah dengan
membentuk dan menjalin kerjasama (networking) dengan perusahaan modal ventura.
e.
Memberi Peran
Lembaga Penjamin Syariah
Dalam upaya memayungi agar
usaha-usaha pemberdayaan dana wakaf tunai tidak berkurang, apalagi hilang
karena lost dalam usahanya, maka diperlukan lembaga penjamin syari’ah (asuransi
syariah) dengan menggunakan kontrak tolong menolong (takafuli).
3.
Membuka Jaringan
dan Kerjasama wakaf
Upaya pengembangan wakaf secara nasional, bahkan internasional
harus terus dilakukan. Secara internasional sebenarnya sudah dilakukan,
khususnya dilakukan negara-negara anggota OKI yang diprakasai oleh IDB yang
berpusat di Jeddah.
Di tingkat nasional, keberadaan lembaga seperti IECD dan IRTI di
bawah naungan Badan Wakaf Indonesia harus juga dibentuk dalam rangka memberikan
support sistem, manajerial dan finansial dalam pengelolaan wakaf di seluruh
penjuru tanah air. Oleh karena itu, hal-hal yang bisa dilakukan dalam rangka
membangun jaringan dan kerja sama wakaf adalah dengan membentuk
a.
Jaringan
lembaga-lembaga wakaf
b.
Jaringan
kepakaran wakaf
c.
Jaringan
permodalan, Investasi dan pengembangan
d.
Jaringan
informasi dan komunikasi
e.
Penerbitan
media wakaf
4.
Meningkatkan
Political Will Pemerintah
Setelah regulasi perundangan wakaf sudah tertangani secara baik dan
pola kemitraan dengan beberapa pihak yang terkait dengan pemberdayaan wakaf
sudah terjalin, maka satu hal lagi yang harus dilakukan dalam rangka
mengembangkan wakaf tunai adalah adanya political will pemerintah dalam
meregulasi peraturan perundangan yang terkait, seperti UU moneter dan Keuangan,
perpajakan, perdagangan, perindustrian dan lain-lain. Hal ini dilakukan dalam
rangka memback up secara utuh agar wakaf dapat dikelola secara profesional
selain itu aspek anggaran juga harus mendapat perhatian.[7]
DAFTAR PUSTAKA
Depag RI.Strategi
Pengembangan Wakaf Tunai di Indonesia.Jakarta:Direktorat
pemberdayaan Wakaf.2007.
Depag RI.Paradigma
Baru wakaf Di Indonesia .Jakarta:Direktorat Pemberdayaan Wakaf.2007.
Mannan, M.A.Sertifikat
Wakaf Tunai (Sebuah Inovasi Instrumen Keuangan Islam) .Jakarta:Ciber
PKTTI-UI.
http://bwi.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=931%3Aimplementasi-lks-dalam-pengembangan-wakaf-uang-di-indonesia&catid=27%3Aopini&Itemid=137&lang=in.21:18
http://www.dakwatuna.com/2006/12/19/hukum-wakaf-dengan-uang-tunai/.21:38.
http://www.tabungwakaf.com/index.php/berwakaf1/wakaf-tunai.html.22:03.
[1] http://www.dakwatuna.com/2006/12/19/hukum-wakaf-dengan-uang-tunai/.21:38.
[2]
M.A.Mannan,Sertifikat Wakaf Tunai,(Jakarta:Ciber PKTTI-UI,), 49.
[3] http://www.tabungwakaf.com/index.php/berwakaf1/wakaf-tunai.html.22:03.
[4] Depag
RI,Paradigma Baru wakaf Di Indonesia ,(Jakarta,2007), 105.
[5] http://bwi.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=931%3Aimplementasi-lks-dalam-pengembangan-wakaf-uang-di-indonesia&catid=27%3Aopini&Itemid=137&lang=in.21:18
[6] Depag
RI,Strategi Pengembangan Wakaf Tunai
di Indonesia,(Jakarta,2007), 31-36.
[7] Ibid,
37-68
Tidak ada komentar:
Posting Komentar