Minggu, 08 April 2012

khiyar,salam dan kredit


KHIYAR, SALAM DAN KREDIT
oleh : Linda Alviana

1.      KHIYAR
A.    Pengertian
Ketika melakukan sebuah akad atau perjanjian terkadang perjanjian itu diselimuti beberapa cacat yang bisa menghilangkan kerelaan sebagian pihak, atau menjadikan perjanjian itu tidak memiliki sandaran ilmu yang benar. Maka pada saat itu pihak yang dirugikan berhak membatalkan perjanjian.
Secara terminologis dalam ilmu fiqih artinya : hak yang dimiliki orang yang melakukan perjanjian usaha untuk memilih antara dua hal yang disukainya, meneruskan perjanjian tersebut atau membatalkannya.
Khiyar menurut ulama’ fiqih adalah suatu keadaan yang menyebabkan aqid memiliki hak untuk memutuskan akadnya, yakni menjadikan atau membatalkan jika khiyar tersebut berupa khiyar syarat, ‘aib atau ru’yah atau hendaklah memilih diantara dua barang jika khiyar ta’yin.[1]
B.     Macam-macam Khiyar
1.      Khiyar Syarat
Yaitu kedua orang yang sedang melakukan jual beli mengadakan kesepakatan menentukan syarat, atau salah satu di antara keduanya menentukan hak khiyar sampai waktu tertentu, maka ini dibolehkan meskipun rentang waktu berlakunya hak khiyar tersebut cukup lama.
Rasulullah Saw bersabda, “Kamu boleh khiyar pada setiap benda yang dibeli selama 3 hari 3 malam”. (HR Ibnu Majah, Al-Hakam, Baihaqi)

Menurut Ulama Fiqih adalah Suatu keadaan yang membolehkan salah seorang yang akad atau masing-masing yang akad atau selain kedua pihak yang akad memiliki hak atas pembatalan atau penetapan akad selama waktu yang ditentukan.[2]
Misalnya, seorang pembeli berkata,”Saya beli dari kamu barang ini, dengan catatan saya ber-khiyar (pilih-pilih) selama sehari atau tiga hari.” Khiyar disyariatkan untuk menghilangkan unsur kelalaian atau penipuan bagi pihak yang akad.
2.      Khiyar Majlis
Menurut ulama’ fiqih adalah Hak bagi semua pihak yang melakukan akad untuk membatalkan akad selagi masih berada ditempat akad dan  kedua pihak belum berpisah. Keduanya saling memilih sehingga muncul kelaziman dalam akad.
Pandangan Ulama’ tentang khiyar Majlis
a.      Ulama’ Hanafiah dan Malikiyah
     Golongan ini berpendapat bahwa akad dapat menjadi lazim dengan adanya ijab dan qabul, serta tidak bisa hanya dengan khiyar sebab Allah SWT menyuruh untuk menepati janji sedangkan khiyar menghilangkan keharusan tersebut. Maksud dari berpisah adalah berpisah dari segi ucapan bukan badan, bagi yang menyatakan ijab, ia boleh menarik ucapannya sebelum dijawab qabul, sedangkan bagi yang lainnya(penerima) boleh memilih apakah ia akan menerimanya di tempat tersebut atau menolaknya.[3]  
b.      Ulama’ Syafi’iyah dan Hanabilah
     Golongan ini berpendapat bahwa jka pihak yang akad menyatakan ijab dan qabul, akad tersebut masih termasuk akad yang boleh atau tidak lazim selagi keduanya masih berada ditempat atau belum berpisah badannya. Keduanya masih memiliki kesempatan untuk membatalkan, menjadikan, atau saling berpikir. Batasan dari kata berpisah diserahkan kepada adat atau kebiasaan manusia dalam bermuamalah.
Rasulullah Saw bersabda, “Penjual dan pembeli boleh khiyar selama belum berpisah”. (HR. Bukhari dan Muslim)
3.      Khiyar ‘Aib (cacat)
Yaitu jika seseorang membeli barang yang mengandung aib atau cacat dan ia tidak mengetahuinya hingga si penjual dan si pembeli berpisah, maka pihak pembeli berhak mengembalikan barang dagangan tersebut kepada si penjualnya.
Diriwayatkan dari Aisyah ra bahwa seseorang membeli budak, kemudian budak tersebut disuruh berdiri di dekatnya, didapatinya pada diri budak itu kecacatan, lalu diadukannya kepada Rasul, maka budak itu dikembalikan kepada penjual. (HR Ahmad & Abu Dawud)
Menurut Ulama’ fiqih adalah keadaan yang membolehkan salah seorang yang akad memiliki hak untuk membatalkan akad atau menjadikan ketika ditemukan aib (kecacatan) dari salah satu yang dijadikan alat tukar-menukar yang tidak diketahui pemiliknya waktu akad.[4]
Penyebab khiyar “aib adalah adanya cacat dan barang yang diperjual belikan atau harga kurang nilainya atau tidak sesuai dengan maksud dan yang akad tidak meneliti kecacatannya ketika akad.
Tujuan khiyar adalah agar jual beli tersebut tidak merugikan salah satu pihak.

2.      SALAM
A.    Pengertian Salam
     Jual beli pesanan (indent) dalam fiqih islam disebut As-Salam bahasa penduduk Hijaz atau As-Salaf  bahasa penduduk Irak secara terminologi adalah : “menjual suatu barang yang penyerahannya ditunda atau menjual suatu barang yang ciri-cirinya disebutkan dengan jelas dengan pembayaran modal terlebih dahulu, sedangkan barangnya diserahkan dikemudian hari”.[5]
     Menurut Ulama’ Syafi’iyah dan Hanbali ,jual beli Salam adalah Akad yang disepakati dengan menentukan ciri-ciri tertentu dengan membayar harganya lebih dahulu, sedangkan barangnya diserahkan kemudian dalam suatu majlis akad”.
         Menurut Ulama’ Malikiyah ,jual beli salam adalah “Suatu akad jual beli yang modalnya dibayar terlebih dahulu, sedangkan barangnya diserahkan kemudian”.
         Tujuan utama jual-beli Salam adalah saling membantu dan menguntungkan kedua belah pihak
B.     Dasar Hukum
Jual beli as-Salam ini dibenarkan dalam islam, hal ini berdasarkan :
·         Firman Allah SWT
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan hendaklah kamu menuliskannya”(Al-Baqarah:282)
·         Sabda Rasulullah SAW
“Siapa saja yang melakukan jual beli Salam (salaf), maka lakukanlah dalam ukuran (takaran) tertentu, timbangan tertentu dan waktu tertentu.”(HR.Bukhari dan Muslim)
C.    Rukun dan Syarat
       Menurut Ulama Hanafiah bahwa rukun jual beli Salam hanya Ijab dan Qabul saja.
       Menurut Jumhur ulama rukun jual beli salam, antara lain:[6]
1.      Orang yang berakad :baligh dan berakal
2.      Barang yang dipesan harus jelas ciri-cirinya, waktunya dan harganya
3.      Ijab dan qabul.
Syarat-syaratnya:
1.      Terkait dengan modal/harga, harus jelas dan terukur berapa harga barangnya, berapa uang mukanya dan berapa lama sampai pembayaran terakhirnya
2.      Terkait dengan barang (obyek) as Salam, harus jelas jenis, ciri-cirinya, kualitas dan kuantitasnya
3.      Terkait lafal yang digunakan dalam jual beli pesanan (indent) adalah lafal as-Salam, As-Salaf, lafal alba’i (Hanafiah, malikiyah dan Hanabilah), sedangkan yang dipergunakan oleh Syafi’iyah adalah lafal as-Salam dan as-Salaf saja, al ba’i tidak boleh dipergunakan karena barang yang akan dijual belum kelihatan pada saat akad.
     Menurut Ulama Hanafiah, Malikiyah dan Hanbaliah jual beli pesanan, barangnya harus diserahkan kemudian sesuai waktu yang disepakati bersama. Namun menurut ulama Syafi’iyah barangnya dapat diserahkan pada saat akad terjadi,, untuk memperkecil kemungkinan terjadi penipuan.
     Mengenai tenggang waktu penyerahan barang, ulama Hanafiah dan Hanabilah mengatakan satu bulan. Sedangkan ulama Malikiyah memberi tenggang waktu setengah bulan. Menurut wahbah az Zuhaili, bahwa tenggang waktu penyerahan barang itu sangat bergantung kepada keadaan barang yang dipesan dan sebaliknya diserahkan kepada kesepakatan kedua belah pihak yang berakad dan tradisi yang berlaku pada suatu daerah (negara).
     Menurut Fuqaha sekiranya barang yang dipesan telah diterima kemudian terdapat cacat pada barang itu atau tidak sesuai dengan sifat-sifat, ciri-ciri, kualitas atau kuantitas barang yang dipesan maka pihak pemesan (konsumen) boleh menyatakan apakah ia menerima atau tidak, sekalipun dalam jual beli pesanan ini tidak ada hak khiyar. Pihak konsumen boleh meminta ganti rugi, meminta diganti sesuai pesanan yang biasanya dicantumkan dalam suatu perjanjian.
Dengan demikian, “jual beli salam” adalah akad jual beli yang memiliki kekhususan (karakteristik) yang berbeda dari jenis jual beli lainnya, dengan dua hal:
1.    Pembayaran dilakukan di awal (secara kontan di majelis akad), dan dari sinilah sehingga “jual beli salam” dinamakan juga “as-salaf”.
2.    Serah terima barang oleh pembeli yang membelinya diakhirkan sampai waktu yang telah ditentukan dalam majelis akad
Para ulama sering mengungkapkan proses akad jual beli semacam ini dengan ungkapan, “Zaid adalah seorang yang menyerahkan seribu dinar kepada Ali untuk menyerahkan lima ton beras.”
Pembeli yang diungkapkan dengan nama “Zaid” dinamakan “al-muslim”, “al-muslif”, atau “rabb as-salam”. Penjual yang diungkapkan dengan nama “Ali” dinamakan “al-muslam 'ilaihi” atau “al-muslaf 'ilaihi”. Nilai pembayaran kontan dimuka yang diungkapkan dengan “seribu dinar” dinamakan “modal as-salam” (ra`sumal as-salam). Barang yang dipesan, yang diungkapkan dengan “beras”, dinamakan “al-muslam fihi” atau “dain as-salam” (utang as-salam)

3.KREDIT
A.    Pengertian
 Kredit dalam bahasa arab disebut تقسيط dalam pengertian bahasa adalah bagian, jatah atau membagi-bagi. Adapun pengertian jual beli kredit secara istilah adalah menjual sesuatu dengan pembayaran tertunda, dengan cara memberikan cicilan dalam jumlah-jumlah tertentu dalam beberapa waktu secara tertentu, lebih mahal dari harga kontan.
Maksud kredit adalah sesuatu yang dibayar secara berangsur-angsur, baik itu jual beli maupun dalam pinjam meminjam.[7] Misalnya seseorang membeli mobil ke sebuah Dealer dengan uang muka 10 persen dan sisanya dibayar secara berangsur-angsur selama sekian tahun dan dibayar satu kali dalam sebulan.
Sistem ini mulai diminati banyak kalangan, karena rata-rata manusia itu kalangan menengah ke bawah, yang mana kadang-kadang mereka terdesak untuk membeli barang tertentu yang tidak bisa dia beli dengan kontan, maka kredit adalah pilihan yang mungkin dirasa tepat.
B.     Hukum Jual beli kredit
Para ulama’ berbeda pendapat mengenai hukum jual beli kredit yang ada pada zaman ini menjadi dua pendapat, yaitu :
1. Jual beli kredit di haramkan
Diantara yang berpendapat demikian dari kalangan ulama’ adalah Imam Al Albani ,Syaikh Salim Al Hilali. Mereka berhujjah dengan beberapa dalil berikut :
Dari Abu Huroiroh dari Rosululloh bahwasannya beliau melarang dua transaksi jual beli dalam satu transaksi jual beli.”(HR. Turmudli, Nasa’i, Amad, Ibnu Hibban)
Dalam riwayat lainnya dengan lafadl : “Barang siapa yang melakukan dua transaksi jual beli dalam satu transaksi jual beli, maka dia harus mengambil harga yang paling rendah, kalau tidak akan terjerumus pada riba.”(HR. Abu Dawud, Hakim)
Tafsir dari larangan Rosululloh “Dua transaksi jual beli dalam satu transaksi” adalah ucapan seorang penjual atau pembeli : “Barang ini kalau tunai harganya segini sedangkan kalau kredit maka harganya segitu.”
2. Jual beli kredit diperbolehkan
Adapun pendapat yang kedua mengatakan bahwa jual beli kredit diperbolehkan, diantara yang berpendapat demikian dikalangan para ulama’ adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnul Qoyyim, Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin, Syaikh Al Jibrin dan lainnya.
Mereka berhujjah dengan beberapa dalil berikut:
Pertama :
Dalil-dalil yang memperbolehkan jual beli dengan pembayaran tertunda.
·         Firman Alloh Ta’ala :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya…”(QS. Al Baqoroh : 272)
 “Dari Aisyah berkata : “Sesungguhnya Rosululloh membeli makanan dari seorang yahudi dengan pembayaran tertunda. Beliau memberikan baju besi beliau kepada orang tersebut sebagai gadai (HR. Bukhori Muslim )
Kedua :
Dalil-dalil yang menunjukkan dibolehkannya memberikan tambahan harga karena penundaan pembayaran atau karena penyicilan.
·         Firman Alloh Ta’ala :
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.”(QS. An Nisa’ : 29)
C.    Adab dalam jual beli kredit
Ada beberapa adab yang harus diperhatikan tatkala seseorang itu melakukan jual beli sistem kredit, yaitu :


a.      Bagi penjual
1)      Tidak memanfaatkan kebutuhan masyarakat terhadap kredit dan sejenisnya dengan melipat gandakan keuntungan.
2)      Bisa memahami keadaan pembeli secara kredit. Terkadang seseorang membeli secara kredit karena memang dalam kedaaan kepepet, sangat membutuhkan barang tersebut padahal dia tidak memiliki harga tunai. Maka dalam kondisi saat ini si penjual harus bisa memahaminya.
b.      Bagi pembeli
1)      Tidak nekad melakukan pembelian secara kredit kecuali bila bertekad kuat menyelesaikan cicilanya karena memiliki kelebihan penghasilan dari kebutuhan primernya.
2)      Tidak menggampangkan urusan jual beli kredit. Karena fenomena yang berkembang bahwasannya ada sebagian orang yang membeli secara kredit barang-barang yang sebenarnya tidak terlalu dia butuhkan
3)      Mencatat kredit dan ada saksi
4)      Melunasi angsuran kredit dengan baik serta tidak mengulur-ulurnya.
Rosululloh bersabda :
“Orang yang terbaik adalah orang yang terbaik cara melunasi hutangnya.”(HR. Bukhori )




[1] Rachmat Syafe’i, Fiqih Mu’amalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), 103.
[2] Ibid, 104.
[3] Ibid, 114.
[4] Ibid, 115-116.
[5] M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam,(Jakarta: PT Raja Grafindo, 2004), 143.
[6] Ibid, 145-146.
[7] H. Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta:PT Raja Grafindo, 2008), 299.

pengelolaan ZIS dalam islam


Mendeskripsikan Tentang Pengelolaan ZIS Dalam Islam
Oleh: linda alviana

A.    Pengertian Pengelolaan ZIS Dalam Islam
Manajemen adalah suatu rentetan langkah proses yang terpadu untuk mengembangkan suatu organisasi.mulai dari perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, pengendalian, sumber – sumber organisasi yang dapat berupa materi dan adanya suatu tujuan yang di tetapkan, semua proses tersebut saling berkaitan satu dengan yang lainnya.
ZIS adalah Zakat, Infak, dan Sedekah. Dan menurut ajaran Islam manajemen ZIS adalah suatu rentetan langkah proses yang terpadu untuk mengembangkan suatu organisasi ZIS yang bersumber pada Al-Quran dan Hadist.
B.     Tujuan Zakat Bagi Kepentingan Masyarakat
1.      Menggalang jiwa dan semangat saling menunjang solidaritas sosial di kalangan masyarakat
2.      Menanggulangi biaya yang timbul akibat berbagai bencana.
3.      Menutup biaya-biaya yang timbul akibat konflik

C.    Kendala Pengelolaan Zakat
1.      Masih banyak masyarakat yang memahami bahwa zakat bukan merupakan suatu kewajiban dan pelaksanaannya dapat dipaksakan.
2.      Zakat kadang kala masih disamakan dengan pajak sehingga dijadikan legitimasi masyarakat untuk tidak mengeluarkan zakatnya.
3.      Tidak dapat di pungkiri. Masyarakat masih lebih percaya kepada badan amil zakat.
4.      Masyarakat masih membayar zakat langsung secara individu kepada mustahik,tidak melewati lembaga pengelolaan zakat.

D.    Strategi Pengelolaan Zakat
1.      Zakat perlu disosialisasikan bukan hanya di wilayah keagamaan saja, tetapi disampaikan di tempat- tempat umum
2.      BAZ dan LAZ masih terpecah-pecah,masing-masing saling rebutan, oleh karena itu perlunya kordinasi.
3.      Masyarakat harus lebih sadar untuk berzakat, serta langkah awalnya adalah dompet duafha sampai saat ini masih sering mengadakan seminar, agar masyarakat segera sadar seberapa pentingnya zakat.

E.     Prinsip-Prinsip Pengelolaan ZIS
1.      Prinsip keterbukaan : diketahui oleh masyarakat umum agar tahu kepada siapa ZIS itu diberikan.
2.      Prinsip sukarela : menyerahkan ZIS tersebut tanpa ada unsur pemaksaan.
3.      Prinsip keterpaduan : menerapkan prinsip menajemen yang telah terbukti kemampuannnya .
4.      Prinsip Profesionalisme : pengelolaan ZIS, harus orang yang ahli dalam bidangnya, baik dari administrasi keuangan, dll. Serta dituntut memiliki kesungguhan dan rasa tanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya.
5.      Prinsip kemandirian :  dapat mandiri dan mampu melakukan tugas dan fungsinya tanpa perlu menunggu dari pihak lain

F.     Dasar hukum
Pelaksanaan zakat didasari oleh firman Allah SWT:
1.      QS.Attaubah:60
Artinya:
“ Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir,orang-orang miskin,pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah. Dan Allah maha mengetahui dan bijaksana.”

2.      QS. Attaubah:103
Artinya:
“ Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihlan dan mensucikan mereka, dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu menjadi ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”
Dalam surat Attaubah 60 tersebut, dikemukakan bahwa salah satu golongan yang berhak menerima zakat (mustahiq zakat) adalah orang-orang yang bertugas mengurus urusan zakat. Sedangkan dalam Attaubah ayat 103, dijelaskan bahwa zakat itu diambil dari orang-orang yang berkewajiban untuk berzakat (muzakki) untuk kemudian diberikan kepada mereka yang berhak menerimanya. Imam Qurthubi , ketika menafsirkan ayat tersebut (Attaubah:60) menyatakan bahwa amil itu adalah orang-orang yang ditugaskan untuk mengambil, menuliskan, menghitung dan mencatatkan zakat yang diambilnya dari para muzakki untuk kemudian diberikan kepada yang berhak menerimanya.

G.    Prinsip Seseorang Yang Ditunjuk Sebagai Amil Zakat atau Pengelola Zakat
1.      Beragama islam.
2.      Mukallaf,
3.      Memiliki sifat amanah atau jujur,
4.      Mengerti dan memahami hukum-hukum zakat
5.      Memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.
6.      Kesungguhan amil zakat dalam melaksanakan tugasnya

H.    Sumber-Sumber zakat
1.      dalam ekonomi modern, misalnya zakat profesi
2.      zakat yang potensial,seperti: zakat investasi properti, zakat perdagangan mata uang,
3.      zakat badan hukum,seperti:zakat perusahaan.
4.      zakat modern yang  terus berkembang nilainya dari waktu kewaktu, seperti usaha budidaya tanaman anggrek, ikan hias, burung wallet, dan lain-lain. Sumber zakat pada rumah tangga modern
Pengelolaan dan pengorganisasian manajemen ZIS yang sistematis sangat diperlukan, agar ZIS sebagai bentuk dari filantropi Islam, dapat benar- benar terwujud, maka pengelolaan dan pengorganisasian ZIS dilakukan oleh  (BAZ) dan (LAZ).
I.       Mensosialisasikan Dan Mempopulerkan ZIS
1.       membangun citra manajemen lembaga ZIS yang amanah dan profesional.
2.      Membangun SDM yang siap untuk berjuang dalam mengembangkan manajemen lembaga ZIS .
3.      memperbaiki dan menyempurnakan perangkat peraturan tentang zakat di Indonesia
4.      menumbuh kembangkan kesadaran masyarakat untuk berzakat,
5.      melakukan sosialisasi ZIS secara berkesinambungan untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang kewajiban ZIS

J.      Syarat Harta Yang Wajib Zakat.
1.      Kepemilikan yang pasti, dikuasai secara penuh dan dimiliki secara sah
2.      An-Namaa yaitu harta yang berkembang, memiliki potensi
3.      telah melebihi kebutuhan pokok
4.      bersih dari Hutang
5.      Mencapai Nisab dan Haul

K.    Orang yang Berhak menerima Zakat
orang yang berhak menerima zakat (8 Asnaf)yaitu:
1.      Fakir.
2.      miskin.
3.      Amil (orang yang mengurus zakat.).
4.      Muallaf (orang yang baru masuk Islam yang lemah imannya.).
5.      Riqab (hamba sahaya atau budak belian yang baru diberi kebebasan berusaha untuk menebus dirinya supaya menjadi orang merdeka.).
6.      Gharim (orang yang berhutang).
7.      Sabilillah (orang yang dengan segala usaha yang baik, dilakukannya untuk kepentingan agama dan ajaran Islam).
8.      Ibnusabil (orang yang kehabisan biaya dalam perjalanan yang bermaksud baik).

L.     Infak
Infak berasal dari kata “anfaqa” yang berarti mengeluarkan sesuatu (harta) untuk kepentingan sesuatu. infak yang dikeluarkan orang kafir untuk kepentingan agamanya

Surah Al-Anfaal : 36
36. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu, menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam neraka Jahannamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan,

 infak dapat diberikan kepada siapa pun juga, misalnya untuk kedua orang tua, anak yatim, dan sebagainya. Infak juga berarti, pengeluaran sukarela yang dilakukan seseorang setiap kali ia memperoleh rezeki, sebanyak yang dikehendakinya sendiri.

M.   Sedekah
Sedekah adalah pemberian sukarela yang dilakukan seseorang kepada orang lain, terutama kepada orang- orang miskin, setiap kesempatan terbuka yang tidak ditentukan baik jenis, jumlah maupun waktunya. Lembaga sedekah sangat digalakan oleh ajaran Islam untuk menanamkan jiwa sosial dan mengurangi penderitaan orang lain. Sedekah tidak terbatas pada pemberian yang bersifat material saja, tetapi juga dapat berupa jasa yang bermanfaat bagi orang lain.
Pengelolaan ZIS harus bertanggung jawab dan dapat dipercaya ( Amanah).
Dari ‘Adi bin Umairah berkata, “saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa di antaramu kami angkat menjadi amil zakat, lalu ia gelapkan sebuah jarum atau lebih, maka pada hari kiamat ia akan datang sebagai penghianat”, lalu berdirilah seorang hitam dari kalangan Anshar, yang tampaknya saya pernah melihatnya. Ia berkata: “Ya Rasulullah! Jelaskan kepadaku pekerjaan yang engkau maksudkan itu”, Nabi bersabda: “Baiklah saya katakan sekarang. Barang siapa di antaramu aku angkat menjadi pelaksana suatu pekerjaan, hendaklah ia melaporkan hasil kerjanya, baik ia peroleh sedikit ataupun banyak. Lalu ia mengambil apa yang aku berikan dan yang aku larang tidak ia ambil”. (HR. Muslim).
N.    Strategi Menghimpun Dana ZIS (Fundraising)
Fundraising  adalah kegiatan menghimpun dana dan sumber daya lainnya dari masyarakat (baik individu, kelompok, organisasi, perusahaan ataupun pemerintah) yang akan digunakan untuk membiayai program dan kegiatan operasional lembaga yang pada akhirnya adalah untuk mencapai misi dan tujuan dari lembaga tersebut yang didalamnya selalu ada proses “mempengaruhi”.
1.      Tujuan Fundraising
a.       Menghimpun dana : dana zakat ,Termasuk barang atau jasa yang memiliki nilai material.
b.      Memperbanyak Donatur : menambah calon muzaki, dengan cara menambah donasi dari setiap  muzaki atau menambah jumlah  muzaki baru.
c.       Meningkatkan atau Membangun Citra Lembaga
d.      Menghimpun Simpatisan/relasi dan pendukung
e.       Meningkatkan Kepuasan Donatur
2.       Ruang lingkup Fundraising
a.       Motivasi, Yaitu serangkaian pengetahuan, nilai-nilai, keyakinan dan alasan-alasan yang mendorong donatur untuk mengeluarkan sebagian hartanya.
b.      Program, pemberdayaan implementasi visi dan misi  .
c.       Metode fundraising, Yaitu pola bentuk atau cara-cara yang dilakukan oleh sebuah lembaga dalam rangka menggalang dana dari masyarakat. Metode fundraising harus mampu memberikan kepercayaan, kemudahan, kebanggaan dan manfaat lebih bagi masyarakat donator,
Metode Fundraising:
a.       Metode Fundraising Langsung ( Direct Fundraising ), metode yang menggunakan teknik-teknik atau cara-cara yang melibatkan partisipasi muzakki secara langsung.
b.      Metode Fundraising Tidak Langsung ( Indirect fundraising ), metode yang menggunakan teknik-teknik atau cara-cara yang tidak melibatkan partisipasi muzakki secara langsung
3.      Perbedaan Fundraising Tradisional dan Profesional
a.      Fundraising Tradisional.
Fundraising masih ditempatkan sebagai ajaran yang murni dimasukkan dalam kategori ibadah mahdhah (pokok) yaitu: kebanyakan Dalam penggalangan dan menghimpunan dana ZIS tidak di manage(diatur) secara teratur, belum memiliki badan hukum.
b.      Fundraising Profesional
Dalam penggalangan dan menghimpun dana ZIS dimanage (diatur) secara baik dan benar, sudah memiliki badan hukum.
4.      Pemasaran
Pemasaran terdiri dari variabel-variabel seperti : produk (product), harga (price), tempat (place), dan promosi (promotion). Keempat bauran pemasaran tersebut saling berinteraksi agar memperoleh hasil yang memuaskan bagi perusahaan. Menurut William J. Stanton (1994), definisi bauran pemasaran adalah
a.       Produk perzakatan adalah jabaran dari peruntukan harta zakat yang sudah dirancang sedemikian rupa sehingga orang lain (calon muzakki) mau membelinya dalam hal ini mau melakukan kegiatan berzakat, berinfaq dan bershodaqoh
b.      Harga, merupakan nilai suatu produk yang diukur dengan sejumlah uang yang harus dibayar oleh konsumen untuk memperoleh produk yang diinginkan. Produsen dalam hal ini lembaga pengelola ZIS harus menentukan harga produk, sehingga calon muzakki ingin melakukan zakat, infaq dan shadaqah atau yang sejenisnya.
c.       Distribusi, nazhir harus jeli setelah rancangan atau proposal produk zakat dibuat, maka hal ini harus di distribusikan kepada berbagai target group calon muzakki sedemikian rupa seperti melalui jaringan organisasi, alumni, teman sejawat, dll.
d.      Promosi, merupakan cara komunikasi yang dilakukan oleh perusahaan kepada konsumen/pasar yang dituju,